JAKARTA, KOMPAS.com — Dari pemeriksaan yang dilakukan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum terhadap Gayus Tambunan sebelum dirinya "kabur" ke Singapura dan konsultasi dengan Dirjen Pajak serta Mahkamah Agung, anggota Satgas, Mas Achmad Santosa, mengatakan, pihaknya menemukan kejanggalan dari keberadaan pengadilan pajak.
Uang puluhan miliar yang mengalir ke rekening Gayus memang diperolehnya mulai dari bertugas sebagai penelaah keberatan sampai penelaah banding. Posisi ini memang berhubungan erat dengan pengadilan pajak.
"Pengadilan pajak itu masuk wilayah abu-abu. Tidak masuk MA ataupun Komisi Yudisial. Dari UU-nya (UU Pajak) sendiri itu abu-abu," tutur pria yang akrab dipanggil Ota ini dalam diskusi mingguan Polemik di Warung Daun Cikini, Sabtu (27/3/2010).
Menurut MA, obyek pengawasan yang dilakukannya hanya meliputi empat wilayah, yaitu pengadilan umum, pengadilan militer, pengadilan tata usaha negara, dan pengadilan agama. Posisi pengadilan pajak tidak termasuk dalam PTUN.
Jika wajib pajak yang kalah di pengadilan pajak berniat untuk mengajukan peninjauan kembali (PK), barulah ditangani ke PTUN. Para hakimnya pun bukan berasal dari MA.
Sementara itu, menurut dia, ketika berkonsultasi dengan Dirjen Pajak M Tjiptardo, Satgas tak mendapat penjelasan yang tegas mengenai siapa yang berhak mengawasi pengadilan ini. "Tidak ada hakim karier MA, kebanyakan mantan-mantan pejabat pajak," ungkapnya lagi.
Gayus sendiri mengaku dirinya sebagai makelar kasus dan bermain di pengadilan pajak. Permainan di pengadilan ini pun luar biasa. Oleh karena itu, Ota mengatakan, Satgas bersama MA, KY, dan Dirjen Pajak akan secara khusus duduk bersama untuk membahas pengadilan ini. "Jadi, perlu pengawasan," ujarnya.